Foto Kajian Terakhir HIJ-UP - 28 November 2019 |
Apakah hidupku akan berakhir disini? Tanpa perubahan yang berarti, dikenang sebagai seorang guru, penebar ilmu? Lantas bagaimana dengan visi-misiku dulu? Aku ingin berjuang dengan harta. Aku ingin melihat lebih banyak orang yang tersenyum karena kubantu. Tapi jika aku terus menerus tinggal di tempat ini, apakah aku bisa mewujudkannya?
Tapi disisi lain, aku sangat menyukai tempat ini. Terlepas dari system yang selalu kubenci, tapi aku selalu menyukai tempat ini. Lingkungan tempatku bekerja selalu memberiku senyuman. Rekan kerja di kantor, selalu memberikan dukungan. Saling melengkapi satu sama lain.
“Njiirr urang... panggih teh jeung nu kieu deui, nu kieu deui...” Ucap salah seorang guru setiap pagi begitu masuk ke kantor. Bukannya salam, yang pertama kali diucapkannya justru ledekan.
“Aduh, si fulan... isuk-isuk geus mulai edan hahaha.” Timpal guru lain membalas sambil tertawa. Diikuti oleh senyuman bahkan tertawaan guru-guru lain yang ada disana.
Aku? Tentu saja ikut tertawa. Selalu menyenangkan melihat orang dewasa bertingkah seperti anak kecil. Itu semua sedikit-banyaknya sangat menghiburku.
Jangan tanya bagaimana aku dengan murid-muridku, alasan utama aku tetap tinggal adalah mereka. Murid-murid yang baru menginjak remaja dengan segala keunikannya. Cuek, tempramen, humble, friendly, cerewet, berisik, nyebelin, manja, caper, yahh... seperti itulah mereka. Aku bahkan bisa menilai seseorang dari bagaimana mereka mengucap salam. Dan hey, jika dipikir-pikir, mereka punya ciri khas salam masing-masing!
“Assalamu’alaikum ustaadz...” Dengan nada lembut. Mengangguk takzim. Tersenyum manis. Aku pun ikut tersenyum. Menjawabnya dengan cara serupa.
“Ustaaadz..!! Assalamu’alaikum...” Teriak dia dengan suara cemprengnya. Tidak peduli bahwa disekitarnya puluhan pasang mata ikut menoleh menatapnya. Aku hanya tersenyum. Menjawab alakadarnya. Sekali-dua, aku juga kadang meniru gayanya. Menjawab dengan suara so’ cempreng.
“Tadz! Assalamualaikum.” Suaranya berat. Jelas sekali dia pria. Biasanya setelah mengucap salam, mereka langsung menghampiri. Menjabat tanganku lantas menempelkannya di jidat.
Bahkan bagi mereka kaum pria yang mungkin sudah merasa dekat denganku, mereka justru hanya menyapa, “Tadz!”sambil melambaikan tangan. Lantas kemudian kujawab, “Oy”, “Yuk!”, “Siap”, sambil melambaikan tangan juga. Yahh.. salam gaya anak muda zaman sekarang kan gitu. Aku tidak merasa mereka tidak sopan, aku hanya berfikir, mungkin mereka sudah menganggapku lebih dari sekedar guru. Dan itu menjadi suatu kehormatan bagiku.
“Ustaadz, ceritaa!!” Teriak mereka saat aku baru melangkahkan kaki ke dalam kelas.
Aku tersenyum. Tertawa malah! “Belum juga mulai, udah minta cerita.” Ucapku dalam hati. Sekali-dua, aku mungkin tidak menggubris permintaan mereka. Tapi lebih sering aku luangkan waktu untuk menceritakan hal-hal menarik yang menurutku cocok untuk anak seusia mereka. And i think, they love it! And i love to do it in every moment when i taught.\
Bahagia rasanya melihat mereka bahagia.
See? Hidupku sangat menyenangkan disini. Tidak ada tekanan, tidak ada paksaan, semua terasa nyaman! Tapi nyaman adalah jebakan bagiku.
Dan tibalah aku dipergolakan batin berkepanjangan.
Comments
Post a Comment